Untuk hari bahagia, Ivan Z Fanani tak cuma pasrah sebagai pengantin. Ia sengaja mengonsep dan menyiapkan semuanya sendiri. Tak terkecuali mendesain busana untuk pernikahannya. Tak ada lain yang memesona Ivan selain gaya India.
Pada momen istimewa yang terjadi 13 November 2013, Ivan dan istrinya -Listiana Harsono- melakukan akad nikah dengan suasana budaya India. Untuk mendukung konsep itu, Ivan menentukan Masjid Agung At-Tin, di Kawasan Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur itu sebagai tempat.
Kebetulan, pria asal Jombang itu sejak lama mendambakan bisa menikah di masjid tersebut. Bahkan itu diimpikannya sebelum ia menikah dan bahkan punya calon istri. Masjid yang dipilih dinilai Ivan sangat indah dengan gaya arsitektur Timur Tengah. Lain daripada yang lain. Amat pas dipadukan dengan pesona India yang agung.
Dari sekian busana India yang memincut hatinya sebagai tanda di hari pernikahannya itu adalah gaya lengga. Busana pernikahan khas India itu dirasa Ivan cocok sekali untuk membuat istrinya tampil sangat cantik. Sementara ia sendiri memakai busana turban.
Warna lengga yang populer dipakai dalam pernikahan di India adalah merah maroon. Warna itu jugalah yang akhirnya dipilih Ivan. Selain memunculkan kemewahan
untuk sebuah hari pernikahan, kesan tradisionalnya sangat kuat. “Saya memang nggak mau kalau tampil justru terlihat modern,” cerita Ivan.
Pemakaian busana lengga ini membuat Ivan tampil berbeda dengan sang istri. Bila umumnya akad nikah pasangan lain selalu mengenakan busana dalam warna putih bersih, tetapi tidak bagi Ivan-Listiana. “Kami berdua harus berbeda sendiri. Tamu dan kerabat malah saya minta pakai busana putih. Jadi saya balik, hehehe. Tapi kan jadi merah putih semangatnya,” katanya.
Tak perlu jauh-jauh memesan khusus ke India seperti yang dilakukan artis artis-artis ketika memilih adat India untuk pernikakan. Ivan ternyata hanya cukup membeli
busana lengga itu dari seorang desainer busana khusus India Dheepak Dinani, di Pasar Baru di Jakarta. “Tak tahunya busana lengga istri saya itu berat, menncapai lima
kilogram lho,” katanya.
Justru busana turban yang ia pakai, harus dibeli di Singapura. Tepatnya ke Mustafa Center. Pernak-pernik lainnya dia beli secara terpisah di Jakarta. Mengapa di Singapura? Sebab ia tak menemukan desain turban yang cocok seperti yang dia mau di Indonesia. Turban untuk lakilaki itu dipilihnya juga yang terkesan mewah. Ada hiasan batu swarovski pada bagian depan dan kedua lengannya.
Ivan mengakui kalau berburu busana khusus khas negara manca itu tidak semudah saat sekarang. Sekarang, berbagai keperluan pernikahan adat sudah gampang ditemui. Ia ingat kalau dulu harus berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya sampai menemukan yang terbaik
Sempat Ivan dan istri harus dua kali membeli perhiasan pendukung busananya di dua tempat berbeda. Sebab ada yang lebih bagus dari yang mereka beli pertama kali. “Sudah beli eh ternyata ada yang lebih pas di toko yang lainnya. Namanya saya ini perfeksionis orangnya, terpaksa beli lagi. Tak masalah, demi satu-satunya momen seumur hidup kan,” katanya
Meskipun ngotot memilih tema India, Ivan justru tak menyukai film-film India. Ia hanya tertarik pada budaya berpakaian ala India yang sangat indah. Itulah mengapa
setelah akad nikah, ia sengaja mengabadikan momen indah itu dengan foto-foto layaknya prewedding di outdoor dan indoor.
Sengaja dilakukan khusus karena ada ketentuan di
masjid tersebut yang melarang pasangan yang belum sah untuk melakukan prewedding dan berfoto bersama. Maka, untuk mengingat betapa berharganya
momen itu, Ivan dan istri menyimpan busana pernikahan itu. Ia dan istri ingin mewariskannya kepada pada anak-anaknya kelak. Menurutnya, busana itu bisa dipakai
untuk sesi prewedding, misalnya. “Kalau busana pernikahan kan bisa dipilih sendiri oleh mereka nanti yang mungkin berbeda konsep dengan kami, orang tuanya.
Yang lengga milik mamanya jelas pasti akan dipakai Zeeana Malikah Alfanan, putri pertama kami. Kalau melihat busana pernikahan ini, kami selalu bisa mengenang
momen-momen bahagia hingga sekarang,” tegas Ivan. (Heti Palestina Yunani-jga)